Kamis, 25 April 2013

TEKNOLOGI PENGOLAHAN JAHE MERAH (Zingiber officinale var. Rubrum)



TEKNOLOGI PENGOLAHAN JAHE MERAH
(Zingiber officinale var. Rubrum) 
MENJADI MINUMAN JAHE MERAH INSTAN

Oleh :
Mariah Ulfa/ 101201035
Student, at Faculty of Forestry, Universitas Sumatera Utara

I.    UMUM
Indonesia adalah negara yang kaya akan sumberdaya alam hayati. Salah satu sumber kekayaan tersebut adalah banyaknya jenis-jenis tanaman obat yang bersifat tradisional yang berada di alam dan tempat yang telah dibudidayakan oleh petani. Salah satu jenis tanaman obat yang telah dikenal luas oleh masyarakat akan khasiat dan manfaat serta bernilai ekonomis tinggi adalah Jahe (Habib, 2008).
Beberapa angka menunjukkan bahwa peluang untuk membudidayakan tanaman obat dalam berbagai skala bisnis masih menjanjikan. Salah satu hal yang sangat mendukung peluang bisnis tersebut adalah adanya kesesuaian lahan di berbagai wilayah Indonesia untuk membudidayakan berbagai jenis tanaman obat (Said, 2002).
Sub Bidang Aneka Tanaman Departemen Pertanian (2005) merekomendasikan bahwa pengembangan tanaman obat Indonesia saat ini terkonsentrasi pada 10 komoditi unggulan yang dibutuhkan oleh industri jamu, yaitu jahe, kunyit, laos, temulawak, lempuyung, adas, kencur, temukunci, cengkeh daun dan pulosari.  Salah satu jenis tanaman obat yang sudah dikenal oleh banyak masyarakat Indonesia adalah jahe. Tanaman obat jahe ini memiliki banyak khasiat dan manfaat bagi kesehatan serta memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan potensi pasar yang besar.
Beberapa fakta di atas menunjukkan bahwa usaha di bidang tanaman obat khususnya jenis jahe yang telah diolah menjadi minuman instan memiliki potensi untuk dikembangkan. Usaha dengan skala kecil jika dikelola dengan baik akan menghasilkan manfaat yang sangat besar baik bagi petani jahe dan konsumen. Selain mampu menghangatkan badan, minuman jahe merah ternyata bisa meringankan radang tenggorokan, sakit asma, melancarkan darah, meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan mencegah masuk angin. Hal inilah yang menjadikan produk minuman jahe merah mulai digemari konsumen dan menjadi peluang usaha baru yang menjanjikan untung besar bagi para pelakunya.

II.  BAHAN BAKU
Minuman jahe merah instan ini pada awalnya dijual dalam bentuk minuman yang disajikan dengan keadaan panas atau hangat dan  pengonsumsiannya tidak  praktis.  Akan  tetapi,  sekarang berkembang minuman yang ready to drink dalam bentuk bubuk atau serbuk, yang dapat disajikan kapanpun dan dimanapun. Minuman jahe merah instan ini terdiri dari berbagai macam rempah-rempah dan bahan tambahan pangan yang digunakan, diantaranya jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum), cabai  jawa (Piper retrofractum Vahl.),  dan  lada  hitam  (Piper ningrum L.).  Bahan lainnya yang digunakan adalah gula merah atau gula palma dan gula putih. Menurut UNIDO dan FAO (2005), rempah-rempah biasa digunakan untuk flavor, warna, aroma, dan preservative pada makanan dan minuman. Rempah-rempah biasanya dikeringkan secara sempurna untuk digunakan dalam proses.
Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum) merupakan salah satu spesies jahe yang tersebar di wilayah Indonesia. Jahe merah secara morfologis mirip dengan jahe biasa, tetapi rimpang dari jenis ini lebih kecil dan lebih terasa pedas, berwarna merah diluarnya dengan kuning hingga merah muda untuk bagian dalamnya (Ibrahim et al. 2008). Genus Zingiber terdiri dari ± 85 spesies herba yang tersebar di Asia Timur dan Australia bagian tropis. Jahe tersebut sering digunakan sebagai makanan dan pengobatan tradisional untuk berbagai penyakit (Sabulal et al. 2006). Sebagai tanaman herbal, jahe  telah  lama  digunakan  di  berbagai  negara  seperti,  China,  India,  dan  Arab  untuk  mengobati penyakit flu, sakit kepala, demam, mual, dan rematik (Ali et al. 2008).
Kingdom    :    Plantae
Divisi         :    Angiospermae
Kelas          :    Monocotyledoneae
Ordo          :    Scitaminae
Famili        :    Zingiberaceae
 Genus        :    Zingiber
Species       :    Zingiber officinale var. Rubrum
Jahe dapat diolah menjadi berbagai produk olahan jahe seperti simplisia, oleoresin, minyak atsiri, dan serbuk jahe. Jahe memiliki sifat khas, yaitu oleoresin dan minyak atsiri. Diantara ketiga jenis jahe, jahe merah lebih banyak digunakan sebagai obat karena kandungan minyak  atsiri  dan  oleoresinnya  paling  tinggi  sehingga  lebih  bermanfaat  dalam  menyembuhkan berbagai macam penyakit. Kandungan minyak atsiri jahe merah berkisar antara 2.58-3.72% (bobot kering), sedangkan jahe gajah 0.82-1.68% dan jahe emprit 1.5-3.3%. Selain itu, kandungan oleoresin jahe merah juga lebih tinggi dibandingkan jahe lainnya, yaitu 3% dari bobot kering (Herlina et al., 2002).
Pembuatan minuman jahe merah instan berdasarkan produksi minuman jahe merah instan yang dilakukan diawali dengan persiapan bahan baku terlebih dahulu. kemudian disiapkan bahan lain dan bahan pengemas. Selanjutnya dilakukan proses produksi minuman jahe merah instan. Persiapan bahan baku utama yang digunakan untuk memproduksi minuman jahe merah instan adalah jahe merah segar yang  telah  cukup  umur  untuk  dipanen.  Menurut Koswara  (1995),  jahe  yang  sudah  cukup  kadar oleoresinnya  berumur lebih  dari 9  bulan.  Selain  itu,  spesifikasi  jahe  merah  yang akan  digunakan dalam produksi diantaranya adalah harus dalam keadaan segar, tidak busuk, berwarna merah di luar dan kuning di dalam. Jahe merah digunakan dalam bentuk segar untuk diambil ekstraknya.
Bahan  lainnya  yang digunakan adalah  gula  pasir,  gula  merah,  cabai jawa, dan  lada hitam. Rempah-rempah  lain  seperti  cabai  jawa  dan  lada  hitam  digunakan  dalam  bentuk  bubuk  yang sebelumnya buah utuhnya dikeringkan dengan cahaya matahari. Penggunaan serbuk cabai jawa dan lada hitam dimaksudkan agar  tidak  rusak  karena  pengaruh  suhu  yang  digunakan  selama  proses  kokristalisasi  dan mempermudah untuk larut. Selain itu, serbuk cabai jawa dan lada hitam mudah untuk disalut oleh bahan kapsulnya, yaitu gula pasir pada saat proses kokristalisasi yang akan bersatu dengan aglomerat yang terbentuk. 
Pengemas yang digunakan pada produksi minuman jahe merah instan terdiri dari pengemas primer  (alumunium  foil)  dan  pengemas  sekunder  (kertas karton  warna  coklat)  dengan  kapasitas 5 sachet alumunium foil yang masing-masingnya memiliki berat bersih 20 gram. Semua jenis pengemas didatangkan dari pemasok lokal.


III.       PROSES PENGOLAHAN
Tahapan  awal,  penghancuran  bahan  segar  (jahe  merah)  menggunakan blender yang ditambahkan air. Penambahan air bertujuan untuk mempermudah proses ekstraksi dan meningkatkan total padatan terlarut yang terekstrak. Kemudian diambil filtrannya dengan pemerasan. Filtran yang diperoleh kemudian didiamkan. Proses pendiaman bertujuan untuk mengendapkan pati yang berasal dari jahe agar pada saat pemasakan (pemanasan) tidak menggumpal karena gelatinisasi pati. Selain itu, proses pendiaman juga bertujuan untuk menghindari terjadinya penggumpalan pada saat penyeduhan minuman jahe merah instan.
Produksi  minuman  jahe  merah  instan  dilanjutkan  dengan  pemanasan  disertai  pengadukan secara  terus-menerus.  Apabila  volume  larutan  jahe  tersebut  telah  mencapai  ¼  volume  awal  (saat pertama  dituangkan),  maka  kemudian dilakukan  penambahan  gula  pasir.  Selama  pemanasan  berlangsung dilakukan pengadukan secara kontinyu hingga larutan superjenuh dan terbentuk kristal-kristal warna cokelat. Selanjutnya, pemanasan dihentikan dan pengadukan tetap dilakukan agar memperoleh ukuran serbuk yang seragam. Menurut Antara (1997), pengadukan untuk mendapatkan campuran homogen, pengkristalan, pengeringan, dan penyeragaman ukuran. Serbuk kristal tersebut disaring dan bagian yang tidak lolos penyaringan dilakukan pengecilan ukuran kembali menggunakan blender. Kemudian, ditimbang serbuk sebanyak 20 gram untuk dikemas kembali menggunakan kemasan yang telah disiapkan.



Gambar 1. Skema Proses Pengolahan Minuman Jahe Merah Instan

IV.       PENANGANAN PROSES PANEN
                 a.      Panen
Panen merupakan  pekerjaan  akhir  dari  budidaya  tanaman (bercocok tanam), tapi merupakan awal dari pekerjaan pasca panen, yaitu melakukan  persiapan untuk penyimpanan dan pemasaran. Komoditas yang dipanen tersebut selanjutnya akan melalui jalur-jalur tata niaga, sampai berada di tangan konsumen. Panjang-pendeknya jalur tata niaga tersebut menentukan tindakan panen dan pasca panen yang bagaimana yang sebaiknya dilakukan.
Pemanenan jahe merah untuk konsumsi dimulai pada umur 6 sampai 10 bulan.  tetapi, rimpang untuk benih dipanen pada umur 10 - 12 bulan. Cara panen dilakukan dengan membongkar seluruh rimpangnya menggunakan garpu, cangkul, kemudian tanah yang menempel dibersihkan. Berdasarkan standar perdagangan, mutu rimpang jahe segar dikatagorikan sebagai berikut:
1.      Mutu I : bobot 250 g/rimpang, kulitnya tidak terkelupas, tidak mengandung benda asing dan kapang;
2.      Mutu II : bobot 150 - 249 g/rimpang, kulitnya tidak terkelupas, tidak mengandung benda asing dan kapang;
3.      Mutu III : bobot sesuai hasil analisis, kulit yang terkelupas maksimum 10%, benda asing maksimum 3%, kapang maksimum 10%

      b.      Pasca panen
Setelah panen, rimpang jahe harus secepatnya dibersihkan untuk menghindari kotoran yang berlebihan serta mikroorganisme yang tidak diinginkan. Rimpang jahe dibersihkan dengan disemprot air yang bertekanan tinggi, atau dicuci dengan tangan. Setelah pencucian, rimpang jahe diangin-anginkan untuk mengeringkan air pencucian. Untuk penjualan segar, jahe dapat langsung dikemas. Tetapi bila diinginkan dalam bentuk kering atau simplisia, maka perlu dilakukan pengirisan rimpang setebal 1-4 mm. Untuk mendapatkan simplisia dengan tekstur menarik, sebelum diiris rimpang direbus beberapa menit sampai terjadi proses gelatinisasi. Rimpang yang sudah diiris, selanjutnya dikeringkan dengan energi surya atau dengan pengering buatan/oven pada suhu 36-46°C. Bila kadar air telah mencapai sekitar 8-10%, yaitu bila rimpang bisa dipatahkan, pengeringan telah dianggap cukup.
Selain itu, dikenal jahe kering gelondong (jahe putih kecil dan jahe merah) yang diproses dengan cara rimpang jahe utuh ditusuk-tusuk agar air keluar sebagian, kemudian dijemur dengan energi matahari atau dioven sampai kering atau kadar air mencapai 8-10%.
Rimpang kering dapat dikemas dalam peti, karung atau plastik yang kedap udara, dan dapat disimpan dengan aman, apabila kadar airnya rendah. Ruang penyimpan harus diperhatikan sanitasinya, berventilasi baik, dengan suhu ruangan yang rendah dan kering untuk mencegah pencemaran oleh mikroba dan hama gudang.


Referensi :
Diniari, A dan Sutrisno Koswara. 2012. Quality Improvement And Aplication Of Good Manufacturing Practices For Household Industry Of Instant Red Ginger Beverage In Benteng Village, Ciampea, Bogor. IPB. Bogor.

Habib, S. 2008. Strategi Pengembangan Usaha Minuman Instan Jahe Merah (Zingiber officinale Linn.Var.rubrum) CV. Hanabio, Bogor. IPB. Bogor.

Mutiarawati, T. Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung.

http://pertanian-1993.blogspot.com/2011/11/pertanian-budidaya-jahe.html

Minggu, 21 April 2013

KAYU LAPIS STRUKTURAL (STRUCTURAL PLYWOOD)


 KAYU LAPIS STRUKTURAL (STRUCTURAL PLYWOOD)


Oleh :
Riza Rivani/ 101201033
Mariah Ulfa/ 101201035
Student, at Faculty of Forestry, Universitas Sumatera Utara

 


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan bahan konstruksi maka keberadaan industri kayu lapis mulai berkembang. Perkembangan itu dimulai setelah tahun 1930-an yang ditandai dengan penggunaan kempa panas dari Eropa dan perekat resin sintetis sebagai perkembangan teknik yang memiliki peranan penting pada pertumbuhan awal industri kayu lapis. Pada tahun 1972 di Amerika Serikat ada sekitar 600 perusahaan pembuat kayu lapis dan vinir yang telah mampu mengekspor kayu lapis sebesar US$ 3 Milyar (Haygreen and Bowyer, 1993).
Kayu lapis merupakan produk komposit yang terbuat dari lembaran-lembaran vinir yang direkat bersama dengan susunan bersilangan tegak lurus. Kayu lapis termasuk kedalam salah satu golongan panel struktural, dimana arah penggunaan kayu lapis ini adalah untuk panel-panel struktural. Cikal bakal munculnya kayu lapis terjadi di Mesir sekitar tahun 1500 SM, dimana pada masa tersebut orang-orang Mesir telah mampu membuat vinir untuk menghiasi perabot rumah tangga mereka. Selanjutnya disusul bangsa Yunani dan Roma kuno mengembangkan alat pemotong vinir (Haygreen and Bowyer, 1993).
Di Indonesia sendiri, perkembangan industri kayu lapis terjadi sekitar tahun 1980-an semenjak diberlakukannya larangan ekspor kayu bulat oleh pemerintah. Pada tahun tersebut kondisi hutan di Indonesia masih sangat mendukung perkembangan industri kayu lapis, ketersediaan log-log berdiameter besar dan silindris yang berasal dari hutan alam sebagai syarat utama bahan baku dalam pembuatan kayu lapis masih cukup melimpah (Iswanto, 2008).
Saat ini, kebutuhan  kayu  sebagai  bahan  baku  industri  kayu  lapis  semakin meningkat  seiring  dengan  meningkatnya  jumlah  penduduk, terutama kebutuhan  terhadap kayu bulat berdiameter besar. Akan tetapi potensi kayu bulat berdiameter besar dan memiliki kualitas bagus yang terdapat di hutan alam semakin berkurang sehingga ketersediaannya menjadi terbatas. Hal ini menimbulkan permasalahan di industri perkayuan  terutama industri kayu  lapis  yang  menggunakan  kayu  bulat berdiameter  besar  sebagai  bahan  baku.  Jika  hal  ini  tetap dibiarkan  berkelanjutan, masa depan industri kayu lapis dapat terancam kesulitan bahan baku (Arsadi, 2011).
      Upaya  yang  perlu  dilakukan  untuk mengatasi keterbatasan  ketersediaan kayu bulat berdiameter besar yaitu dengan memanfaatkan kayu bulat berdiameter kecil (Small  Diameter  Logs)  yang  berasal  dari  hutan  rakyat  maupun  hutan tanaman industri. Akan tetapi dalam pemanfaatannya terdapat kendala yakni kayu bulat  berdiameter  kecil  banyak  mengandung  kayu juvenile yang  menyebabkan kerapatan  dan  kekuatannya  lebih  rendah  dari  kayu mature.  Selain  itu,  stabilitas dimensi Small  Diameter  Logs (SDL)  lebih  rendah  dari Large Diameter  Logs (LDL)  (Massijaya et  al. 2010). Oleh  karena  itu,  dibutuhkan  teknologi  yang  baik dan pengolahan yang tepat agar diperoleh produk yang berkualitas (Arsadi, 2011).

Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui cara pembuatan, bahan yang digunakan, mutu serta kegunaan dari kayu lapis struktural.



ISI
DEFENISI KAYU LAPIS (PLYWOOD)
Hing  (1992)  mendefinisikan  kayu  lapis adalah  sebuah  papan  tiruan  yang  terbuat  dari  lembaran-lembaran  tipis  atau  vinir  kayu  yang  terdiri  dari  tiga  lapis atau  lebih  dimana  setiap  lapisan  ditumpuk  dan  direkatkan  satu  sama  lain  dengan arah  serat  berlawanan  atau  tegak  lurus.  Namun,  menurut  Bowyer et  al. (2003) kayu  lapis  merupakan  sebuah  produk  panel  dari  lembaran  vinir  yang  direkatkan bersama-sama sehingga  arah  seratnya  tegak  lurus  dari  beberapa  vinir  kayu  dan sejajar atau searah panel.
           Kebanyakan  jenis plywood,  orientasi  seratnya  dari  setiap  lembaran  saling tegak  lurus  satu  sama  lain.  Pada  umumnya  kayu  lapis  dibuat  dengan  jumlah lapisan  ganjil,  tetapi  ada  beberapa  kayu  lapis  yang  dibuat  dengan  jumlah  lapisan genap  seperti  empat  dan  enam  lapis (Bowyer et al. 2003).
            Sifat dan kinerja kayu lapis dipengaruhi beberapa faktor. Menurut Faherty dan  Williamson  (1999)  faktor-faktor  yang  mempengaruhi  sifat  dan  kinerja  kayu lapis  berasal  dari  komposisi  kayu  lapis  itu  sendiri,  antara  lain  ketebalan  lapisan, jumlah lapisan, jenis vinir dalam satu panel, orientasi lapisan, kualitas kelas vinir dan  jenis  perekat.  Kombinasi  dari  komposisi  tersebut  memungkinkan  produsen untuk menyesuaikan produk sesuai tujuan penggunannya.
Contoh  kayu  yang  dapat  digunakan sebagai  bahan  baku  kayu  lapis antara  lain    meranti,  kamper,  mersawa, mengkulang,  gerunggang,  mahoni, agathis,  trembesi,  sengon,  mindi  dan  sebagainya. Diameter  log  yang digunakan disarankan diatas  30 cm, tetapi saat ini mesin-mesin yang lebih modern dapat mengolah log dengan diameter yang lebih kecil.


PENGGOLONGAN KAYU LAPIS
Berdasarkan  penggunaannya, kayu  lapis  dikelompokkan  menjadi  dua  yaitu interior  dan  eksterior  plywood.  Youngquis  (1999)  mengelompokkan  kayu  lapis menjadi dua bagian yaitu :
a.    Kayu lapis konstruksi dan industri
b.    Kayu lapis hardwood dan dekoratif
Berdasarkan  jenis  perekat  yang  dipergunakan,  pengelompokan  kayu  lapis dibedakan menjadi dua (Iswanto, 2008) :
a.    Kayu lapis interior yaitu kayu lapis yang penggunaanya di dalam ruangan atau dengan  kata  lain  tidak  langsung  terekspos  oleh  kondisi  lingkungan  luar ruangan,  perekat  yang  dipergunakan  adalah  perekat  interior  seperti  UF, MF dan MUF .
b.  Kayu lapis eksterior yaitu kayu lapis yang penggunaanya di luar ruangan yang terekspos langsung dengan kondisi luar ruangan, perekat yang dipergunakan adalah perekat eksterior seperti PF.
Berdasarkan finir mukanya, kayu lapis dikelompokkan menjadi :
           a.    Ordinary plywood yaitu  kayu  lapis  dimana finir mukanya  dihasilkan  dari proses rotary   
                cutting. 
          b.    Fancy plywood yaitu kayu lapis dimanafinir mukanya terbuat dari kayu-kayu indah dan 
                 dihasilkan dari proses slice cutting atau half rotary cutting.


KEGUNAAN KAYU LAPIS
Menurut Massijya (2006), penggunaan kayu lapis dikelompokkan menjadi :
              a.       Konstruksi bangunan
·      Paneling: penyekat ruang, pintu, jendela
·      Bahan pelapis
·      Lantai
·      Sidding : dinding
·      Plyform
               b.      Konstruksi alat-alat transportasi
·      Pesawat terbang : pelapis dinding bagian dalam
·      Kereta api : atap, lantai, dinding
·      Truk dan trailer : body



PROSES PEMBUATAN KAYU LAPIS (PLYWOOD)
Proses pembuatan kayu lapis banyak variasinya, tetapi pada prinsipnya menggunakan urutan dan tata cara yang relatif sama. Adapun urut urutan pembuatan  kayu lapis tersebut menurut Massijaya (2006) adalah sebagai berikut:

1.        Seleksi Log
Log yang akan dipergunakan sebagai bahan bakukayu lapis diseleksi mulai dari ukuran, bentuk, dan kondisinya terhadap cacat-cacat yang masih diperbolehkan.

2.        Perlakuan Awal Pada Log
Perlakuan awal ini ditujukan untuk memudahkan dalam proses pengupasan log terutama untuk kayu yang memiliki kerapatan tinggi. Beberapa perlakuan awal  pada  log  diantaranya  adalah  pemanasan  log  (dengan  air  panas,  uap panas, uap panas bertekanan tinggi, listrik, memaksa air/ uap panas masuk dari  arah  longitudinal). 
Haygreen  and  Bowyer  (1993)  dan  Tsoumis  (1991) mengemukakan  beberapa  keuntungan  dari  pemanasan  log  diantaranya adalah  terjadi  peningkatan  rendemen  sebesar  3-5%,  peningkatan  kualitas vinir  (ketebalan  lebih  seragam,  permukaan  lebih  halus,  retak  akibat    pengupasan dapat dikurangi), pengurangan biaya pengolahan, penguranganpemakaian jumlah perekat, mengurangi perbedaan kadar air kayu gubal dan kayu  teras,  memperbaiki  warna  kayu,  membunuh  jamur  dan  serangga perusak kayu.

3.        Pembuatan Finir
Finir  adalah lembaran  papan  tipis  untuk  membuat  plywood,  cara pembuatannya ada 4 macam:
a.         Cara Pengupasan (Rotary Cuttings)
Cara  pengupasan  akan  menghasilkan finir untuk  membuat  plywood biasa  atau  plywood  penggunaan  umum (general  plywood).  Dengan  cara  ini bentuk  bahan  baku  kayunya  adalah  log  tanpa  kulit. Finir yang  dihasilkan cukup  panjang  dan  dapat  dihasilkan  dalam  waktu  yang  relatif  singkat.
Produk finirnya  dapat  untuk  memenuhi  bahan  plywood  sampai  80% kebutuhan. Melalui cara ini, tebal finir yang diperoleh minimal 0,4 mm tetapi yang banyak dibutuhkan adalah 0,6-1,0 mm. Cara pengupasan finir dapat dilihat pada gambar berikut :

 Gambar 1. Cara Pengupasan (Rotary Cuttings) Finir

Pada  gambar  tersebut  terlihat  bahwa  pengupasan  log  dilakukan mengikuti (searah) dengan permukaan batang kayu. Proses pembuatan finir dengan pengupasan merupakan cara tercepat sehingga produktivitas dalam menghasilkan finir persatuan  waktu  paling  tinggi  dibandingkan  dengan  cara pembuatan finir lainnya. Kelemahan cara ini adalah kondisi finir yang dihasilkan kurang tipis dan gambar  seratnya  tidak  dekoratif.
Didalam  proses  pengupasan terlebih  dahulu harus  ditentukan  titik pusat log (center log) karena di tempat ini akan ditempatkan chuck (penjepit log). Penentuan  center  log  dapat  dilakukan  secara  manual  dan  dengan mesin  senter  (flash  machine) yaitu  melalui  pencahayaan  pada  dua  sisi potongan  log  yang  telah  dilengkapi  dengan  pola-pola  kedudukan  pusat kayunya.
Pada pengupasan finir ini digunakan sudut kupas (knife angle) 89-92,5o dan  sudut  tekan (nosebar) 20o
            Besarnya  sudut  kupas  dapat  diatur  dan  ini penting  dilakukan  dalam  mendapatkan  tebal finir.  Sudut  kupas  yang  disetel besar akan menghasilkan finir yang tipis begitupun sebaliknya. Pada  proses  pengupasan, bagian  permukaan finir yang  langsung bersinggungan dengan sisi tajam pisau kupas disebut sisi kasar (loose side), sedang sisi lainnya disebut sisi halus (tight side). Di dalam proses pelaburan perekat  sisi  halus  sangat  dianjurkan  untuk  diberikan  perekat  pertama  kali agar lebih menghemat perekatnya. Ada  satu  hal  lagi yang  harus  diperhatikan  dalam  proses  pengupasan log,  yaitu  bahwa  kecepatan  mesin  kupas  harus  sejalan  dengan  kekerasan kayunya,  artinya  kayu  yang memiliki berat  jenis  tinggi harus  dikupas  lebih  cepat dibandingkan dengan kayu yang memiliki berat jenis rendah.

b.        Cara Penyayatan/Pengirisan (Slicing)
Cara penyayatan akan menghasilkan finir yang lebih tipis yaitu dengan tebal  0,2-0,6  mm  dan  umumnya  berfungsi  untuk  melapis  plywood  biasa. Dengan  cara  ini  menghasilkan  plywood  yang  lebih  dekoratif  (gambar seratnya baik) dengan ukuran lebar dan panjang relatif masih sama dengan ukuran bahan baku aslinya. Kayu yang digunakan umumnya dari jenis kayu yang mempunyai berat jenis tinggi dengan warna kayu lebih dan bergambar serat  bagus  (dekoratif).  Dengan  demikian  harus  ada  perlakuan  proses penyayatan  yaitu  bahan  baku  kayu  harus  direndam,  direbus  atau  dikukus dulu. Fungsi perebusan  adalah  untuk  meningkatkan  elastisitas  kayu  (karena  melunak) dan  melarutkan  zat  ekstraktif  yang  biasanya  dapat  mengganggu  proses perekatannya.  Elastisitas  kayu  dapat  meningkatkan  rendemen finir yang dihasilkan karena finir yang robek atau putus lebih sedikit.
Bentuk  bahan  baku  kayu  yang  akan  disayat  dapat  berupa flitch (kayu persegi tanpa hati) atau blockware (belahan kayu). Dalam bentuk blockware rendemen finirnya  dapat  meningkat  sampai  50%  dibandingkan  dengan bahan  berupa flitch.  Didalam  pembuatannya, finir sayat  dapat  dilakukan dengan  menggunakan  bahan  baku  berupa  log  tanpa  kulit  yang  dikupas eksentris, yaitu center log tanpa penjepit tidak berada tepat ditengah-tengah tetapi  lebih  ke  pinggir.

 
Gambar 2. Cara Penyayatan/pengirisan (Slicing)

Proses  penyayatan  dapat dilakukan  dengan cara kayu  bergerak  maju mundur dan pisau sayat diam atau sebaliknya. Penyayatan dapat dilakukan pada  arah  vertikal  dan  horizontal.  Tipe  penyayatan  yang  paling  banyak digunakan adalah  arah  penyayatan  horizontal,  kayu  yang  disayat  bergerak maju mundur dan pisau sayat diam. Proses penyayatan untuk menghasilkan finir dengan tebal tertentu dilakukan secara otomatis.

c.         Cara Penggergajian/Sawing
Merupakan  cara  paling  tua  dan  sudah  sangat  jarang  digunakan,  karena finirnya cukup  tebal  yaitu minimal 5  mm.  Bahan  kayu  yang  digunakan berbentuk  kayu  persegi  dan  rendemennya  rendah.  Kalaupun masih  ada hanya dapat  dijumpai  pada industri  kecil.  Proses  penggergajian menggunakan circular  sawing of veneer atau horizontal  gang  saw  for veneer.

d.        Cara Perautan
Prinsip cara pembuatan finir iniadalah seperti orang meruncingkan pensil
(pensil adalah analogi log tanpa kulit). Cara ini sekarang sudah ditinggalkan dan tak dikembangkan lagi.

4.        Penyortiran Vinir
Kegiatan ini dilakukan untuk menyeleksi vinir setelah proses pengupasan. Vinir dipisahkan antara yang rusak dengan yang tidak serta vinir untuk bagian face dan core.
5.        Pengeringan Vinir
Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kadar air vinir sehingga dapat menghindarkan terjadinya blister pada kayu lapis setelah dilakukan pengempaan panas. Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa temperatur  dalam  pengeringan  vinir sekitar 60-80o C tergantung  pada  jenis kayu, kadar air awalnya, ketebalan vinir.

6.        Perekatan Kayu Lapis
Untuk  merekat finir-finir hingga  menjadi  plywood dapat  digunakan berbagai macam perekat, misalnya :
     a.     Berdasarkan asal bahannya, dibedakanatas:
·      Perekat nabati, misalnya kedelai, kacang, ketela (tapioka)
·      Perekat hewani, misalnya kasein (susu), fibrin, protein, tulang
·  Perekat sintesis, misalnya urea formaldehid, fenol formaldehid, melamin, formaldehid, resorcinol formaldehid

      b.      Berdasarkan  ketahanannya  terhadap  air  dan  pengaruh cuaca luar dibedakan atas :
·   Perekat  WBP,  yaitu  perekat  yang  tahan  terhadap  cuaca  luar,air,  dan kelembaban  udara  sekitar.  Jenis perekat  ini  misalnya  fenol formaldehid, dan kayu lapis yang dihasilkan dengan perekat ini disebut eksterior  plywood (tipe 1). Apabila sangat tahan terhadap kelembaban udara sekitar kekuatan rekatnya 5-15 kg/cm2.
·   Perekat  MR,  yaitu  perekat  yang  tidak  tahan terhadap  kelembaban udara  dalam  ruangan.  Contoh  jenis  perekat  ini  misalnya  urea formaldehid,  dan  kayu  lapis  yang  dihasilkannya  disebut  interior plywood (tipe II). Kalau diuji kekuatannya kurang dari 5 kg/cm2.


       c.       Berdasarkan cara mengerasnya :
·      Perekat  yang  mengeras  secara  panas,  misalnya  perekat  darah,  fibrin (hewani), perekat sintesis.
·      Perekat yang mengeras secara dingin, misalnya perekat tulang, nabati.
·   Perekat  yang mengeras karena adanya reaksi kimia misalnya : kasein (susu), perekat sintesis.
·      Perekat yang mengeras karena evaporasi pelarutnya : perekat-perekat yang larut dalam air.

       d.      Berdasarkan kemampuan pemulihannya :
·      Perekat thermoplastic, dapat dipulihkan dan diperbaiki ulang
·      Perekat thermosetting, tidak dapat dipulihkan

Apabila akan digunakan untuk merekatkan finir dalam pembuatan  plywood maka jenis-jenis  perekat  tersebut  harus  ditambahkan lagi  dengan beberapa bahan lain antara lain :
·      Hardener (pengeras), misalnya NH4Cl (sekitar 1%)
·    Extender (pengembang), misalnya tepung kayu, tepung tempurung kelapa, tepung kaolin (sekitar 6%)
·      Air (sebagai pengatur kekentalan, secukupnya)
Setiap campuran perekat  dengan  kekentalan  (poise)  tertentu mempunyai  masa  pakai  tertentu  sehingga perlu  diperhatikan dalam penyiapan  dan  penggunaannya. Banyaknya  perekat  yang  dilaburkan (GPU) per satuan luas lembar panel plywood yang dibuat ditentukan dengan rumus :
                                                            (Dalam gram satuan panel)

Keterangan :
GPU =  Gram Pick Up (kg/m2/cm2)
S       = $ MSGL/ $ MDGL biasanya 20-50
A       = Luas panel (m2, cm2)


Penjelasan tentang S dapat silihat sebagai berikut :
$ MSGL = million square glue line, yaitu sistem pelaburan perekat dengan satu garis perekat.
.
 Gambar 3. Sistem Pelaburan Perekat denga Satu Garis Perekat

$ MDGL = million square double glue line, yaitu sistem pelaburan perekat
dengan dua garis perekat.
Gambar 4. Sistem Pelaburan Perekat dengan Dua Garis Perekat


Perekat yang dilaburkan (GPU) $MDGL = $MSGL + 10%
Apabila plywood tersusun atas 3 lapis finir, maka pelaburan dilakukan dengan sistem $ MSGL pada kedua permukaan finir core.
·                     Kalau  plywood  5  lapis,  yang  diberi  perekat adalah kedua permukaan dari masing-masing  cross-bandnya  (ada2  cross  band). Cross  band adalah finir nomor 2 dari atas-bawah langsung dibawah face dan back veneernya.
·                   Apabila  plywood  7  lapis  yang  diberi  perekat  adalah kedua permukaan dari  2 CB dan dua permukaan dari satu center core veneer-nya. Center core adalah finir yang  letaknya  paling  tengah  dari  yang  ditengah  di  dalam  susunan plywood tersebut.
Proses  perekatan biasanya sering memberikan hasil yang tidak memadai atau mengalami kegagalan yang umumnya disebabkan oleh kondisi finir (kadar  air  dan  porositas)  dan  perekatnya  sendiri, disamping  proses perekatan tersebut. Kagagalan tersebut adalah :
   a.     BGJ : Bleeding  Glue Joint,  yaitu  kegagalan  perekatan  yang  disebabkan karena kelebihan  perekat dalam  proses  perekatan,  sehingga  perekat menjadi meluap keluar. Hal ini disebabkan karena perekat yang diberikan berlebihan, perekat terlalu encer atau karena kadar air finir/kayunya terlalu tinggi.
   b.    SGJ : Starved  Glue  Joint,  yaitu  kegagalan  perekatan,  yang  disebabkan karena kekurangan perekat dalam  proses  perekatan,  sehingga permukaan finir/kayu  tidak  terlabur  perekat secara merata.  Hal  ini disebabkan  karena  jumlah  perekat  yang  dilaburkan  kurang,  porositas finir/kayu  yang  tinggi  atau  karena  kadar  air finir/kayu  yang  direkat  sangat rendah. Kadar  air finir yang  akan  direkat sebaiknya sebesar  6-8%,atau  jangan melebihi 10%.

Perekat Urea Formaldehide (UF)
Pizzi (1994) mengemukakan bahwa perekat  UF merupakan  hasil reaksi polimer kondensasi dari formaldehid dengan urea. Keuntungan dari perekat UF antara lain larut air, keras ,tidak mudah terbakar, sifat panasnya baik, tidak berwarna ketika mengeras serta harganya murah.
     Hiziroglu (2007) mengemukakan beberapa karakteristik dari perekat Urea-Formaldehyde (CH4N2OCH2O)x antara lain:
·      pH : 7.98
·      Titik didih : 100o C
·      Berat jenis : 1.27
·      Solid content : 64.8%
           
 Vick (1999) mengemukakan bahwa perekat UF ada yang  berbentuk serbuk atau  cair, berwarna putih, garis rekatnya tidak berwarna dan lebih durable apabila  dikombinasikan dengan melamin. Penggunaan perekat ini adalah untuk kayu lapis, meubel, papan serat dan papan partikel.
Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa UF tersedia daalam bentuk cair  atau  serbuk. Resain ini mengeras pada suhu 95-130oC. UF tidak cocok dipakai untuk eksterior. Namun kinerjanya dapat diperbaiki dengan penambahan Melamin Formaldehyde atau Resorcynol  Formaldehyde sekitar 10-20%. Hasil sambungan dengan UF tidak berwarna sampai berwarna coklat terang. Kelemahan dari UF antara lain tidak tahan air serta menyebabkan emisi formaldehyde yang berdampak pada kesehatan.
Perekat UF termasuk dalam kelompok perekat termosetting. Dalam pemakaiannya sering ditambahkan hardener, filler, extender dan air. Menurut Rayner  (1967) dalam Joyoadikusumo (1984)  perekat  UF memiliki  ketahanan yang  sangat  baik  terhadap air dingin, agak tahan terhadap air  panas,  tetapi tidak tahan terhadap perebusan.
Setelah itu apabila dibuat plywood tiga lapis, khusus untuk finir yang akan dijadikan sebagai core dilabur  kedua  permukaannya dengan lem/perekat melalui mesin glue  spreader,  sedangkan finir-finir yang  lain (F/B)  dilekatkan pada finir yang telah diberi perekat tersebut dengan ketentuan arah seratnya saling tegak lurus satu sama lainnya.
Selanjutnya finir-finir yang telah direkatkan  tersebut (jumlah finir harus ganjil) dipress secara dingin dalam cold press  selama 5-15 menit, tekanan 10-15  kg/cm2, dan  kemudian  dilanjutkan  dengan  pengempaan  secara  panas dalam hot press dengan  jalan  memasukkan finir-finir  yang  telah  direkatkan tersebut di antara plat-plat baja panas dengan tekanan 10 kg/cm2, suhu 100-170o (umumnya 110- 120oC), selama1,5 menit.
Setelah itu rekatan finir (calon plywood) dikeluarkan dari mesin hot press satu  persatu  sehingga  diperoleh  plywood  (kayu  lapis). Plywood  selanjutnya dipotong pinggirnya sesuai ukuran final dengan gergaji potong dobel (double saw), kemudian  dihaluskan (sanding) dan diperiksa  kualitasnya (plywood grading). Jika  masih  dijumpai  kerusakan  (sobekan  atau  lobang) dan memungkinkan  diperbaiki  maka bagian  muka  plywood kemudian diperbaiki lagi dengan didempul agar kualitas plywoodnya meningkat.


7.        Pengempaan Kayu Lapis
Pengempaan plywood dapat dilakukan secara dingin (biasa),panas atau  kombinasi  keduanya,  yaitu  pengempaansecara  dingin  dan  panas.  Apabila digunakan  kombinasi  maka  akan  diperoleh  hasil  efisiensi pres panas  yang cukup  tinggi  karena  perataan  perekat  telah  dilakukan  pada pres dingin. Pengempaan kombinasi  sangat cocok diaplikasikan pada  penggunaan perekat sintesis seperti UF dan PF.
Kondisi perekatan dapat diberikan sebagai berikut:
Pres dingin  : 
            ·       Waktunya lebih dari 5 menit
            ·       Tekanan diatas 15 kg/cm2 (di atas 200 psi)
·  Pengempaan dingin dilakukan sekaligus untuk tiap-tiap satu tumpukan calon plywood (sampai100 lembar) tiap satu alat pressdingin
Pres panas :
·      Waktu lebih dari 1 menit
·      Tekanan di atas 10 kg/cm2 (di atas 100 psi)
·      Suhu 82-176o C  (untuk UF 100-130o C dan PF 130-170o)
·   Pengempaan panas dilakukan dengan memasukkan satu per satu lembar calon  plywood  kedalam  ruang  antar  plat-plat panas  dari pres tersebut  atau opening.  Tiap  satu  alat pres panas bisa sampai 50 opening.

Besarnya tekanan pengempaan yang diberikan dihitung dengan rumus sebagai berikut :


Keterangan :
G    = Pengempaan total (psi, kpc)
P     = Tekanan spesifik (psi, kpc)
J      = Luas total pistonpres (¶2, dalam in2 atau cm2)
PSI  = Pound per square inch
Kpc = kg per cm

            Besarnya prestotal yang diberikan dipengaruhi oleh faktor :
a.       Berat jenisfinir/kayu asalnya
b.      Ketebalan kayu lapis yang dihasilkan

Kayu  dengan  berat  jenis  lebih  tinggi  dan  ketebalan  lapisan yang  lebih tebal  harus menggunakan tekanan pres total  yang  lebih  tinggi dan  waktu pengempaan yang lebih lama pada lembaran finir tersebut. Untuk finir bagian luar,  misalnya  untuk  F/B  tidak  dipotong  dulu  tetapi  dikeringkan  dulu  dalam continues dryer baru kemudian dipotong. Finir core yang diperoleh  kemudian dikeringkan  dalam  kilang  pengeringan  roll  (roll  dryer)  (110 -175o C,10-25 menit)  hingga  kadar  airnya  5-10 %.  Pengeringan finir dapat  pula  dilakukan sebelum finirnya dipotong.
Selanjutnya potongan-potongan finir tersebut disortir kualitasnya dengan memperhatikan  adanya  sobekan-sobekan,  lubang-lubang  dan  lain-lain.  Bila perlu  diadakan  penambalan  (penutupan)  atau  tapping  dan  penyambungan-penyambungan  atau  jointing,  agar finir menjadi  utuh  dan  baik.  Tapping dilakukan dengan menambal menggunakan finir yang sejenis, sedang jointing dapat  dilakukan  dengan  merekatkan  dua finir,  menyambungkan  dengan gumta peatau dengan menjahit (dengan nilon). Hanya jenis finir core dan atau back yang boleh ada sambungan atau tambalan.

8.        Pengkondisian
Pengkondisian  dilakukan  bertujuan  untuk  mengurangi  sisa  tegangan  akibat proses  pengempaan  serta  menyesuaikan  dengan kondisi  lingkungan. Biasanya dilakukan selama 1-2 minggu.

9.        Remanufacturing
Selanjutnya dilakukan  pengampelasan ulang  pada  plywood  yang telah diperbaiki  (bagian  permukaan  atas  bawah  atau  satu  muka  saja).  Pekerjaan perbaikan  dan  penghalusan  ulang  ini  termasuk remanufacturing dan dilakukan grading ulang pada plywood ini.

10.    Packing
Selanjutnya kayu  lapis  telah  sempurna  dan  siap untuk dipasarkan. Penentuan  kelas  mutu,  pemberian  tanda  merk penghitungan  dan pengepakan  dilakukan  sebelum  plywood  tersebut  dibawa  ke  gudang  dan siap dijual.

Menurut  Kasmudjo  (2001), skema  urutan  proses  pembuatan  plywood untuk tiga lapis finir penyusun berikut ini :
Gambar 5. Skema Proses Pembuatan Plywood Tiga Lapis


KAYU LAPIS STRUKTURAL (STRUCTURAL PLYWOOD)
            Penggolongan kayu lapis berdasarkan penggunaannya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kayu lapis penggunaan umum dan kayu lapis penggunaan khusus. Kayu lapis struktural termasuk kayu lapis penggunaan khusus. Kayu lapis struktural merupakan suatu tipe kayu lapis tertentu yang strukturnya terdiri atas susunan lembaran-lembaran finir saling tegak lurus dan digunakan dalam struktur bangunan, dan dalam pengggunaannya memerlukan perhitungan beban. Kayu lapis struktural dibuat dengan mengutamakan kemampuan panel memikul beban konstruksi yang direncanakan (Haryanti, 2002).
Menurut SNI 01-5008.7-1999, kayu lapis struktural adalah kayu lapis yang terdiri dari susunan venir yang dibuat khusus untuk digunakan sebagai penahan atau pemikul beban dari suatu kontruksi. Dalam SNI 01-5008.7-1999 juga dijelaskan beberapa hal menyangkut kayu lapis struktural seperti berikut :

Klasifikasi
Kayu lapis struktural diklasifikas ikan menjadi dua katagori, yaitu katagori 1 (Tipe kayu lapis struktural) dan katagori 2 (Mutu kayu lapis struktural).
                   ·         Kategori 1 (Tipe kayu lapis struktural).
Kayu lapis struktural diklasifikas ikan menjadi 2 tipe, berdasarkan kekuatan ikatan perekatnya  yaitu:
1.      Tipe Eksterior I, adalah kayu lapis struktural yang dalam penggunaannya tahan terhadap cuaca dalam waktu relatif lama.
2.      Tipe Eksterior II, adalah kayu lapis struktural yang dalam penggunaannya tahan terhadap cuaca dalam waktu relatif pendek.

                   ·         Kategori 2 (Mutu kayu lapis struktural).
Berdasarkan penampilannya, mutu kayu lapis struktural diklasifikasikan menjadi 4 kelas, dengan kode kelas mutu berturut-turut A, B, C, dan D,  dengan ketentuan mutu  lapisan  luarnya sama atau hampir sama.
Contoh: Mutu A, maksudnya baik lapisan muka maupun lapisan belakangnya harus memenuhi  persyaratan mutu A, sedangkan mutu A/B adalah lapisan mukanya memenuhi persyaratan mutu A dan  lapisan belakangnya memenuhi persyaratan mutu  B. 

Syarat mutu
                   a.       Syarat bahan baku
Jenis kayu yang dapat digunakan untuk pembu atan kayu lapis struktural adalah jenis-jenis kayu yang berat jenis (BJ) nya lebih dari 0,4.
                   b.      Syarat  mutu penampilan
-          Syarat  Umum
Tidak diperkenankan adanya delaminasi, lapuk  dan serangan aktif organisme perusak kayu.
-          Syarat  Khusus
Syarat khusus mutu kayu lapis struktural tercantum pada Tabel 1 berikut:
                     
                      Tabel 1. Persyaratan mutu kayu lapis struktural


lanjutan tabel 1.
                                         Keterangan:     Atmp adalah asal tidak mempengaruhi penggunaan
                                                                      Atmk adalah asal tida k  mempengaruhi kekuatan
                                                                      Idem adalah sama dengan kolom sebelumnya

            c.       Kadar  Air
    Kadar air kayu lapis struktural tidak diperkenankan lebih dari 14%.
d.      Keteguhan rekat
  Keteguhan rekat pada kayu lapis struktural untuk setiap tipenya  harus sesuai dengan persyaratan pada table 2.

                                         Tabel 2. Persyaratan keteguhan rekat kayu lapis

        e.       Mutu Keteknikan
Mutu keteknikan kayu lapis struktural harus diuji dengan dua cara yaitu uji lapangan dan uji laboratories. 


PENUTUP
            Kayu lapis hadir sebagai inovasi pengggunaan kayu solid agar lebih efektif dan efisien. Dan kayu lapis struktural hadir untuk memenuhi berbagai kebutuhan konsumen yang senang memilih kayu sebagai bahan untuk berbagai kebutuhan konstruksi. Agar kualitasnya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konsumen, ketentuan dalam pemilihan bahan baku, perekat, pengawet, dan tata cara pembuatan kayu lapis struktural harus diperhatikan dengan seksama.
Berbagai penelitian mengenai kayu lapis struktural juga telah dilakukan, tetapi seiring berkembangnya zaman, kebutuhan informasi dan inovasi mengenai ini juga sangat dibutuhkan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian-penelitian lain untuk menjawab berbagai permasalahan dan kebutuhan konsumen.
Kayu lapis struktural dalam penggunaannya lebih mengutamakan kekuatan dalam menahan beban dibandingkan dengan keindahannya. Oleh sebab itu harus dipilih jenis kayu yang memiliki kekuatan dan keawetan yang memenuhi syarat.

DAFTAR PUSTAKA
Arsadi, B. 2011. Kualitas Kayu Lapis Dari Kayu Bulat Berdiameter Kecil Jenis Dadap (Erythrina variegata Lamk.), Kemiri (Aleurites moluccana L. Willd.) dan Jengkol (Pithecellobium jiringa Benth. I. C. Nielsen). Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. 

Haryanti, E. 2002. Keandalan Bifenthrin Sebagai Bahan Pengawet Kayu Lapis: Pengaruh Terhadap Sifat Fisis, Mekanis, dan Keawetan. IPB. Bogor.

Haygreen, J.G., and JL. Bowyer. 1993. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu (Suatu Pengantar). Diterjemahkan oleh Sutjipto A. Hadikusumo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Iswanto, A.H. 2008. Kayu Lapis. Karya Tulis. Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian.  Universitas Sumatera Utara.

Wood Division. Knives For The Wood Processing Industry. Klingelnberg Group-German. 

SNI 01-5008.7-1999 tentang Kayu Lapis Struktural.

Syahidah. 2011. Bahan Ajar Teknologi Pengolahan Kayu. Fakultas Kehutanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.